cerpen ini dulu sekali pernah dibukukan di kumcer love in venice. termasuk cerpen paling panjang yang pernah saya tuilis. ada yang bilang bisa jadi tiga cerpen malah. terinspirasi dari kegagalan ikut lomba cerpen duet bareng Dini so selamat menikmati . semoga terhibur.
Amiiin
Yah, punya pacar
salah satu cewek yang paling populer di sekolah memang asyik. Enda jadi lebih bersemangat ke sekolah, ada rasa
bangga saat berjalan berdua menikmati tatapan iri temen-temen cowoknya yang
awalnya tak percaya. Enda, cowok biasa-biasa saja bisa menggandeng Jenni,
anggota cheerleader yang punya body sekel macam Megan fox. Tapi, jangan kira
pacaran sama cewek populer tanpa masalah. Enda harus berjuang mempertahankan
Jenni dari cowok-cowok keren di sekolahnya
yang meski tau Jenni udah jadi pacarnya masih aja nekat ngedeketin Jenni.
Salah satu cara
Enda untuk mempertahankannya adalah dengan sering ngajak jalan dan
sering-sering memberi Jenni hadiah yang itu semua sangat menguras uang jajannya.
Bahkan Enda sudah bertekad untuk memberi hadiah sebuah tas cantik mahal yang
sering dilirik Jenni saat mereka jalan-jalan di mal saat ulang taun nanti. Dan
untuk mewujudkan itu, Enda yang uang Jajannya pas-pasan harus rela ikutan kerja nyuci piring tiap sore sampek
malam di sebuah café, membuat Enda jadi pulang larut malam, kecapean, yang
akhirnya membuatnya sering tidur pas jam
istirahat.
“Heh tidur mulu!
Gimana cerpen buat mading hari senin udah jadi belum,” seru Metta mengagetkan
Enda yang masih terbuai mimpi.
“Eh kamu Met,” Enda
Setengah sadar. “ Kasih waktu lagi ya. Sebelum hari senin cerpennya sudah jadi
kok”
“Bener ya!”
“Iya Met.
Percaya deh sama Enda,” jawab Enda meyakinkan Metta sang penguirus mading kalo
tugas cerpen yang dibebankan padanya akan selesai tepat waktu.***
Otak Enda tak
bisa lagi berpikir jernih. Hari ulang tahun Jenni makin dekat, sementara uang
Enda yang terkumpul jauh dari cukup untuk menebus tas cantik yang ingin dia
jadikan hadiah ulang taun untuk Jenni . Enda juga sudah berusaha nyari pinjaman
duit, tapi belum juga berhasil dapat pinjaman.
Saat otak Enda semakin kusut takut tak bisa
memberi sesuatu yang special buat Jenni di hari ulang taunnya, pas berjalan
pulang dari café Enda mendengar dering telpon dan pancaran sinar yang ternyata
berasal dari sebuah Android keluaran terbaru yang tergeletak di jalan yang pada
saat itu sedang sepi, Enda buru-buru mengambil hape tersebut, pikirannya
bimbang antara menerima telpon masuk yang kemungkinan besar dari pemilik
Android yang sedang berusaha mencari barangnya yang hilang atau mematikannya.
Yah dengan
Android yang tergeletak itu, semua masalahnya akan teratasi. Enda tau dimana
tempat menjual barang-barang temuan nggak jelas seperti yang ada di tangannya
sekarang. Walau hati kecilnya ada bisikan-bisikan yang mendorongnya untuk
menerima telpon masuk yang kemungkinan dari pemilik android yang sedang
kebingungan mencari barangnya, Enda memilih mematikan android tersebut kemudian
bergegas pergi. Bayangan senyum manis Jenni saat menerima tas cantik
berkali-kali muncul di benaknya.
Malam itu juga
Enda mendatangi beberapa konter yang menurut info dari temen-temennya sering
menerima barang- barang nggak jelas asal usulnya, tapi karena sudah larut malam.
Semua tempat yang coba didatangi Enda tutup. Enda pun pulang kerumahnya berencana
menjual Android yang dia temukan besok.
Dengan raut muka
ceria Enda masuk kerumahnya karena besok setelah menjual android hasil
temuannya itu, masalahnya akan teratasi. Hingga raut ceria itu terganggu saat
melihat adik perempuannya tertunduk lesu duduk di sofa ruang keluarga, tak
pernah Eda melihatnya begitu sedih karena biasanya Dara adiknya selalu ceria,
kelewat ceria malah.mendekati berisik.
“kusut amat,
kenapa dek?” sapa Enda saat melintasi ruang keluarga.
Dara
menatap kakaknya, yang sekarang berdiri tepat di hadapannya, dengan tatapan
sayu membuat Enda jadi penasaran dengan apa yang sedang di rasakan adiknya.
“Adek takut kak…,”
“Takut kenapa?”
saut Enda cepat.
“Adek takut dimarahi
mama kak, hand phone baru adek yang barusan dibelikan mama ilang,”
“Apaa!!”
“Iya, ilang kak. Padahal baru sesaat
setelah sadar hand phone adek jatuh. Adek langsung balik ketempat yang barusan
adek lewati itu sambil nelpon ke nomer adek pake hand phone temen. Hand phone
adek udah nggak aktif, ilang kak. Adik takut di marahin mama kak.” Terang Dara terisak menceritakan kejadian yang menimpanya.
Apa yang menimpa
adiknya, membuat Enda merasa tersindir, malu dan bimbang untuk tetap menjual
Android yang barusan dia temukan. ***
Sebuah mobil
masuk pekarangan rumah Enda, keluar dari dalam mobil seorang cowok berperawakan
tegap menghampirinya. Enda yang memang sudah dari tadi menunggunya, buru-buru
berdiri menyambut dan mempersilahkannya
duduk di teras rumah.
Enda menangkap ada sosok lain di dalam mobil
yang tak ikut turun. Dan setelah sejenak saling memperkenalkan diri mereka
langsung ke pokok permasalahannya.
“Jadi!, kamu minta berapa untuk tebusan Android ini,” ujar Rudi cowok bertubuh kekar yang ada
di hadapan Enda sambil memegang Android yang semalem ditemukan Enda..
Sesaat Enda
terdiam belum bisa menjawab apa yang barusan dilontarkan Rudi.
“Nggak, aku
nggak minta tebusan untuk ini, aku ikhlas pengen balikin sama yang
punya,” ujar Enda bergetar. terbayang tas cantik untuk Jenni melayang.
“kamu serius!”
saut Rudi cepat.
“Ya. Aku serius!”
Enda meyakinkan Rudi kalo dia tidak minta tebusan untuk Adroid yang dia temukan
. Rudi berusaha
memberikan amplop yang berisi sejumlah uang tapi Enda menolaknya meskipun saat
itu Enda sedang sangat butuh.
“Wah terima
kasih Nda, senang berkenalan sama orang baik kayak kamu. Sebenarnya aku pengen
ngobrol banyak. Tapi sayang, aku harus buru-buru pergi, masih ada urusan. Main – main
ke rumah kalo ada kesempatan.” Ujar Rudi sekalian berpamitan.
“Iya, kalo
sempet aku akan mampir” jawab Enda pelan.
Rudi bergegas
pergi. Enda membantu Rudi memmberi aba-aba saat Rudi berusaha mengeluarkan
mobil dari halaman rumahnya.
“Stop,
terus-terus yow jalan, ” Enda memberi aba-aba kalo jalanan sudah sepi. Rudi pun
melajukan mobilnya dengan cepat menyusuri jalan tak lupa menurunkan kaca jendelanya
mengucapkan terima kasih sama Enda. Dan dugaan Enda benar ada seorang cewek
yang bersama Rudi di dalam mobil.
Ada perasaan lega di hati
Enda setelah mengembalikan Android yang dia temukan kemarin. Butuh waktu lama
untuk Enda mayakinkan dirinya. Enda membayangkan kalo pemilik Android yang dia
temukan seorang gadis seperti adiknya yang menangis semalaman karena barang
kesayangannya hilang. Bayangan kalo pemiliknya bukan orang kaya dan harus
menabung dan bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu seperti dirinya saat ini,
di tambah petuah-petuah dari papa mamanya yang sejak kecil menanamkan pada
dirinya meski dalam kondisi kekurangan jangan sampek mengambil hak orang lain
membuat Enda yakin untuk mengembalikan hape yang dia temukan.
Enda
mengaktifkan hape yang dia temukan tadi pagi. membalas sms yang masuk, sms dari
pemilik Android yang minta barangnya dikembalikan hingga akhirnya Rudi datang sore harinya
setelah diberi alamat yang jelas. Yah meski Tas cantik dan senyum manis Jenni
terus saja menggelitik hatinya. ***
Saku celana Enda
bergetar ada telpon masuk. Dilihatnya
ada nama Metta di layar hapenya.
“Halo Met,
cerpenya belum jadi, aku minta waktu. Tapi jangan kuatir, sebelum hari senin,
cerpen buat mading pasti udah jadi kok,” ucap Enda langsung begitu tersambung dengan Metta.
“Heh ini bukan
soal cerpen mading, ini soal cerpen kamu yang lain” seru Metta semangat.
“Cerpen yang
mana?” saut Enda jadi penasaran Metta tiba-tiba menelponnya.
“Cerpen kamu
yang dimuat di majalah. selamat yaa! Ikut seneng deh. Jangan lupa
traktirannya,”
“Majalah apa!
Jangan becanda ah.”
“Alaaah, jangan
mangkir dari kewajiban nraktir kalo lagi dapet rejeki, deh. Apa perlu aku bawa
majalahnya kerumahmu sebagai bukti”
“Yang bener Met!”
pekik Enda tak percaya.
“Lho, kamu
beneran belum tau cerpen kamu dimuat di majalah Girl, aku tadi kerumah temen
yang biasanya langganan. dan iseng-iseng aku baca. ada cerpen kamu.. Biar kata pake nama samaran
aku tau itu cerpen kamu,”
“Belum Met, ya udah makasih infonya, aku cek dulu. soal
traktiran gampang. Asal jangan lebih dari lima
ribu aja, he he.”
“Dasar!”
Enda buru-buru
mematikan sambungan telponnya. Kemudian bergegas membuka emailnya dari hape,
dan untung paketan internetnya masih ada. Dan memang ada dua pesan masuk di
emailnya. dua-duanya berasal dari redaktur majalah Girl yang berisi konfirmasi
kalo dua cerpennya akan dimuaat, dan sudah dikirim sebulan yang lalu. Yah
saking sibuknya ngejar rupiah buat beli tas. Enda sampek lupa ngecek email yang
biasanya dia gunakan untuk mengirim cerpen ke majalah.
Meski bukan kali
pertama ini cerpennya dimuat di majalah, Enda begitu gembira sampek loncat-loncat kayak orang gila, apalagi
setelah ngecek honor dari tulisannya juga sudah ditransfer ke rekeningnya Enda
jadi makin histeris. Mamanya sampek geleng-geleng kepala liat kelakuan Enda..
“Alhamdulilah ya
Alloh,” ucap Enda tak lupa bersyukur.
“kesambet dimana
nih anak,” batin mamanya geleng-geleng kepala.
Sore itu juga Enda
ke ATM ngambil honor tulisannya langsung membeli tas cantik yang ingin sekali
dia jadikan hadiah untuk Jenni, Enda juga mesen tiket film romantis sama
kenalannya yang jualan makanan kecil di sekitar gedung bioskop untuk malam
minggunya. Tak lupa Enda juga membelikan hape second untuk adiknya.
“Dek, nggak usah
takut cerita aja sama Mama. Kakak yakin kok mama bisa ngerti. Dan ini buat
adek, yah biar kata nggak secanggih hape adek yang ilang, tapi lumayanlah bisa
buat main-main facebook he he.”
“Hiks, makasih
ya kak,” jawab Dara terharu.
“Sama-sama dek,
bantuin kakak bungkus kado ya?” seru
Enda lembut, menyadari bahwa karena adiknya ah Enda tak jadi menjual Android
yang dia temukan. Sebuah barang yang memang bukan haknya.
“Beres kak…” ***
Hari yang
dinanti-nanti Enda itu tiba. Hari yang membuat Enda selama sebulan belakangan
harus bekerja keras untuk dapat uang tambahan untuk membeli tas cantik yang dia
harapkan akan menmgukir senyum manis di bibir Jenni ceweknya. Enda mematikan
hapenya dan belum mengucapkan selamat. Enda juga sengaja menghindar waktu di
sekolah tadi. Enda lebih memilih memberi kejutan dengan menunggu Jenni di depan
rumahnya, mengucapkan selamat ulang tahun, diterangi
cahaya lampu jalan di depan rumah Jenni sambil menyerahkan tas cantik yang
dibeli Enda dengan susah payah.
Sudah hampir jam
sepuluh malam. Jenni belum pulang juga. Enda sudah dari tadi sore berdiri di
depan rumah Jenni sampek dikerubungi nyamuk, Enda mulai resah menanti. Enda tau
Jenni merayakan hari jadinya dengan
pergi makan-makan bersama temen-temen
kelasnya, anak-anak basket dan cheerleader. Tapi tak menyangka sampek malam
Jenni belum juga pulang.
Saat Enda sudah sangat resah dan berniat menelpon Jenni
untuk mengetahui keberadaannya, sebuah mobil berhenti di depan rumah Jenni, Enda
berbalik bersembunyi di balik pohon palem yang ada di depan rumah Jenni, ada
senyum di bibirnya setelah tau Jenni turun dari mobil.
Seorang cowok
ikut turun bersama Jenni berbincang akrab dengannya.
“Makasih ya, Jo.
Udah mau nganterin. Kamu nggak mau mampir dulu,” tawar Jenni manis.
“Nggak, ah. Udah
malam lain kali saja. Jangan lupa besok, aku jemput jam lima sore,”
“He he siap Jo.”
“Eh
ngomong-ngomong, cowok kamu nggak ngamuk apa? Kamu pergi nonton sama aku,”
pancing Jo ingin tau kejelasan hubungan Enda dengan Jenni.
“Ah tenang aja.
Apapun yang aku lakukan dia nggak bakal berani marah, lagian aku udah mau putus
kok sama Enda, lagi nunggu waktu yang tepat aja buat mutusin dia”
“Lagian kok bisa
sih, kamu pacaran sama cowok payah macem si Enda….”
“Abis dia
nguber-nguber terus sih. Karena kasian yang aku terima aja, tapi dia romantis
lho, dia sering bikin cerpen-cerpen lucu
yang bisa buat aku tertawa ngakak kalo
aku lagi boring,”
“Buruan putusin
dia! aku pengen jadi satu-satunya pacar
kamu,” desak Jo cowok atletis anggota tim basket sekolah itu tak terima Jenni
memuji cowok lain di depannya.
“Sabar
ya!” Rayu Jenni sambil memegang tangan Jo, mesra.
Enda mendengar
semua percakapan itu, ada rasa yang tak bisa diungkapkan yang dia rasakan kini.
Seluruh tubuhnya seperti terbakar. Ingin sekali dia menghampiri Jo menghajarnya
sampek babak belur di hadapan Jenni, tapi sekuat hati ditahannya,
Enda muncul saat
Jenni dan Jo berpegangan tangan mesra. Membuat keduanya terperajat kaget dan
buru-buru melepaskan tangan mereka yang tadinya bergandengan.
“Endaa!” pekik
Jenni setengah tak percaya dengan kemunculan Enda.
“Happy birthday to you, Happy birthday to
you, happy birthday, happy birthday, happy
birthday to you,” Enda bernyanyi dengan suaranya yang parau menahan gejolak
di hatinya membawa sebuah bingkisan yang sudah lama diidam-idamkan Jenni.
“Selamat ulang
tahun Jenni, semoga harimu selalu indah,” ucap Enda berusaha tegar, sambil
meletakkan kadonya di tanah kemudian bergegas pergi tanpa berucap apa-apa lagi.
Enda terus berjalan pergi meski terdengar olehnya beberapa kali Jenni memanggil
namanya.
“Kuat ya Alloh
kuatkan hamba,” doanya dalam perih sambil mempercepat langkahnya Enda ingin
segera mungkin sampek di rumahnya, karena dia merasakan ada rintik hujan. Enda
tak mau berakhir klise patah hati di tengah guyuran hujan seperti cerita
romance yang biasa dia tulis.***
Sepulang sekolah
Enda langsung mengunci diri di kamarnya, menyalakan komputernya, menuangkan
segala perih yang dia rasa menjadi rangkaian cerita yang dia harapkan mampu
menjadi pengalih rasa sakit yang dia rasakan, yah bagi seorang seperti Enda,
patah hati bisa menjadi sebuah inspirasi menulis cerpen. Dan saat ide-ide itu
begitu deras mengalir. Enda merasakan ada getaran di saku celananya. Sebuah sms masuk.
Sms dari kenalannya yang dia titipi tiket film. Yang mengabarkan tiket yang
diminta Enda sudah tersedia.
“Tiket udah aku
pesenin, film paling romantis deh. Jangan lupa ntar malem filmnya diputer,”
Enda tersenyum kecut membaca pesan dari temennya itu. Enda baru sadar kalo
sudah mesen dua tiket untuk nanti malam beberapa hari yang lalu.
Harusnya malam
minggu ini jadi hari yang indah buat Enda. Tapi semua berubah jadi hari paling
buruk dalam sekejap. Enda berusaha menghubungi beberapa temennya untuk diajak
nonton menggantikan tiket yang harusnya dipake Jenni, tapi semua orang yang
dihubunginya sedang punya acara masing-masing untuk menghabiskan akhir pekan
mereka, Dara adiknya juga tak bisa.
“Hallo Metta,
gimana cerpen yang aku kirim buat mading, udah dibaca belum?” sapa Enda lewat sambungan telpon.
"Udah Nda,
ceritanya sedih banget ya, pasti Jenni bakalan ngerasa tersindir banget, kalo
baca cerpen kamu, hari senin nanti,” jawab Metta mengomentari cerpen Enda yang
buat mading. Yang menceritakan perjuangannya jadi tukang cuci piring buat kado
Jenni tapi berakhir dengan dikhianati.
“Jangan bahas
Jenni lagi ya, bikin bad mood. Eh Ta, ntar malem malem nonton yuk aku ada dua
tiket nih,” Seru Enda langsung tanpa tedeng aling-aling.
“Maaf Nda,
gimana ya. Aku masih harus nyiapin banyak hal buat mading yang terbit hari senin
nih, maaf ya, aku nggak bisa,” tolak Metta halus.
Metta tau betul apa yang sedang dirasakan Enda
sekarang, sedang butuh seseorang untuk menguatkan. Tapi Metta memang sedang
berhalangan untuk itu.
“Ya udahlah Met nggak papa. Aku
nonton sendiri saja,” Seru Enda lemah.
Lengkap sudah
apa yang dia rasakan kini, sendiri di malam minggu yang harusnya jadi hari
bahagia. Bahkan Metta sahabatnya pun tak bisa menemani. Meski harus sendirian
ia bertekat akan pergi nonton. menikmati
getir-getir perih nonton film romantis saat lagi patah hati,berharap jadi ide cerita lagi.
Entah memang
sedang kena kutukan atau apa, malam
minggu Enda benar-benar kelabu, sudah cukup lama menunggu belum juga ada angkot
yang mau berhenti mengankutnya. Sopir-sopir
angkot seperti takut ketularan jadi galau seperti yang Enda rasakan. Dan begitu
ada angkot yang mengangkutnya baru separuh perjalanan, angkot tersebut
menurunkan Enda di tepi jalan gara-gara
hanya mengankut Enda seorang dan memilih
putar balik untuk mengankut penumpang yang lebih banyak di arah yang
berlawanan.
“Ya alloh,”
batin Enda seperti tak percaya dengan yang dia alami. Mau pulang sudah nanggung
mau nerusin nonton nggak ada angkot yang lewat.
Enda duduk
selonjor di pinggir jalan meratapi nasib sialnya, membayangkan hal-hal indah
yang harusnya terjadi sebelum semua berakhir tragis. Dan saat Enda terbuai
dalam lamunan, sebuah mobil berhenti di depannya. Keluar dari mobil itu seorang
gadis yang tiba-tiba menyapanya.
“Kamu Enda kan,?” sapa gadis itu
menyadarkan lamunan Enda.
“Kamu siapa?” Enda,balik
nanya sambil masih selonjoran di tanah.
Gadis itu
memperlihatkan sesuatu di tangannya. Sebuah Android keluaran terbaru.
“Aku Airin
pemilik android yang kamu temukan beberapa hari yang lalu,”
“Haaah! Bukannya
yang punya itu cowok, si Rudi,” seru Enda bangkit menatap lekat gadis yang
menyapanya.
“Itu kakakku
yang aku minta ngambil dari kamu. aku di
dalam mobil nggak ikutan turun,”
“Oo Gitu,” Enda mulai paham, agak-agak ingat dengan sosok
manis dalam mobil beberapa hari yang lalu.
“Ngomong-ngomong
kamu ngapain bengong disini,” Tanya Airin penasaran melihat Enda selonjoran di
tepi jalan dengan wajah sendunya.
“Rencananya sih
mau ke matos nonton film. Tapi angkotnya nggak lewat-lewat sopirnya lagi demo kali
ya,” seru Enda masih kesel diturunkan sopir angkot tadi.
“Mm gitu, bareng
aku aja yuk, kebetulan rumahku deket-deket situ,” ujar Airin menawarkan
tumpangan.
Enda masih tak
percaya dengan tawaran itu, tapi dari pada digigitin nyamuk dan semakin tampak
menyedihkan kalo sampek nggak dapet angkot. Enda pun akhirnya ikut mobil Airin. Dan di
dalam mobil terjadilah percakapan hangat. Enda yang emang dasarnya sedang butuh
teman bicara mengungkapkap semua masalahnya pada Airin gadis yang baru beberapa
saat dia kenal itu, termasuk kisah sedihnya dengan Jenni.
“Dasar cewek
bodoh!” saut Airin begitu mendengar cerita Enda tentang Jenni.
“Nggak bodoh
Rin. Tapi normalah kalo cewek lebih tertarik sama cowok cakep dan tajir seperti
Jo,”
“Aku
yakin deh, suatu saat cewek yang udah mutusin kamu bakalan nyesel ngelepas
cowok baik macem kamu,” saut Airin makin bersimpati dengan cowok yang baru
dikenalnya itu, yang sama sekali tak menyimpan dendam sama mantan yang sudah
menyakitinya.
“Ha ha aku nggak
sebaik yang kamu kira Rin. Seandainya malam itu konternya nggak tutup. Adroid
kamu nggak bakalan balik, soalnya waktu itu aku bener-bener lagi kepepet.”
“Lha, kalo lagi
bener-bener butuh duit, kenapa juga kamu nolak, waktu kakakku ngasih uang sama
kamu,” Tanya Airin makin penasaran dengan sosok Enda.
“Karena aku pikir,
kalo niat nolong yang harus ikhlas tanpa pamrih,”
“Terus buat beli
tas, tiket nonton dan lain-lain kamu dapat duit dari mana, aku nggak mau ah,
kalo nemenin kamu nonton, duitnya dapet dari nyolong ha ha ” canda Airin berusaha mencairkan suasana,
sambil tetap konsentrasi menyetir.
“Alhamdulilah
nggak sampek nyolong Rin, halal. waktu aku sudah pasrah, tiba-tiba temen nelpon
mengabarkan kalo cerpenku dimuat di majalah awalnya aku sempet nggak percaya
setelah aku cek ternyata memang iya, mereka konfirmasi via email, dari honor
tulisan itulah aku bisa beli semuanya , tapi sayang tak berakhir indah,” kenang
Enda jadi sedih mengenang kejadian yang sangat menyakitkan.
“Wah hebat, kamu
penulis ya? Aku juga hobi nulis lho, bentar ya.” Airin menepikan mobilnya,
kemudian mengutak atik Androidnya, memperlihatkan sama Enda. “Kamu baca deh,
ada lomba nulis cerpen duet, satu cerpen ditulis sama dua orang, harus cowok sama cewek temanya tentang cara
tuhan menghadirkan cinta, hadiahnya lumayan. Gimana? Kamu mau nggak jadi temen
duetku.” Enda diam tak menjawab masih mempelajari isi persyaratan dari lomba
tersebut.
“Mau yaaa?” seru
Airin sangat berharap Enda mau jadi patner duetnya dalam menulis,
Enda masih
terdiam menatap lekat wajah Airin, Enda baru sadar cewek di sebelahnya punya senyuman
manis yang meneduhkan hatinya, cantik seperti Kinal member JKT 48.
“Boleh deh, kalo
emang kamu yakin mau duet sama aku,” jawab Enda pelan. Membuat Airin langsun
bersorak gembira.
“Yesss! Kita
bikin cerita yang manis yaa!” seru Airin lagi.
Enda jadi lupa rasa sakit hatinya saat berada
di samping gadis ceria seperti Airin. Ada senyum terukir di
bibir Enda waktu membaca kalimat terakhir di promo lomba menulis cerpen yang di
tunjukkan Airin. Yah siapa tau aja habis jadi partner nulis cerpen kalian bisa
jadi partner, dalam menjalani hidup ha ha.
“Amiiin!” Enda
keceplosan saking ngarepnya hal itu terjadi.
“Amin apa Nda?”
saut Airin penasaran Enda tiba-tiba bilang Amin.
“Eh bukan
apa-apa kok, mm buruan jalan deh filmnya keburu diputer,” jawab Enda salah tingkah
hampir ketauan, buru –buru mengalihkan perhatian.
“Oo kirain , ok
kita berangkat!” seru Airin melajukan mobilnya, sambil terus bercanda hangat
dengan Enda, menikmati malam minggu yang tak jadi kelabu. Selesai
‘