He he semoga kalian nggak bosen baca catatan ku ini. kalo cerpenku yang
pernah ini perna mejeng di blog remaja online. Dengan judul dewiku juga
bertebaran di banyak blog2 lain setelah itu. Di catatan fb ku juga ada. Cerpen yang
aku tulis tan 2011 kalo nggak salah, spesial banget buat ku. Karena dulu ada
cewek anak sma minta biodataku karena cerpen ini pengen dia pakai buat tugas di
sekolah . HMM nggak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang penulis selain
honor eh salah karyanya diapresiasi. Buat yang udah baca entah itu di blog lain atau di
catatan fbku jangan kuatir meski jalan ceritanya sama. Yang ini aku tulis ulang dengan sudut pandang
orang pertama judulya juga ganti insya alloh juga bakalan ada lanjutannya. Dari
sudut pandang si cewek dan endingnya bakal ga ngambang. Doa kan saja waktu
berpihak padaku he he. So sering-sering main kesininya ha ha. Oya Jangan sungkan kalo mau ngasih
kritik dan saran ngirim makanan juga boleh. Ntar aku email alamat rumahku.
Penjaga
hatiku
Secara spontan gue langsung berbinar,
saat Zara berjalan tenang menuju kelas. gadis manis itu berjalan dengan tas
selempangnya. Jujur jalannya yang pelan membuat gue punya niatan untuk segera
menyusulnya segera, karena waktu gue tak banyak. Matahari sudah meninggi beberapa
menit lagi bel masuk akan bunyi. Tapi gue memilih bersabar menunggunya berjalan
lebih dekat.
"Hai! Kemana aja sih jam segini
baru datang? Gue kan kuatir Lo telat terus dihukum."
sapa gue saat dia sudah beberapa langkah di depan.
Zara tampak dingin-dingin saja tak
merespon ucapanku. Dia malah nampak mengambil sesuatu dari dalam tas
selempangnya. Yah Zara mengambil sebuah
buku bersampul coklat tua. Buku yang aku hapal betul. Buku tugas kimia. Dengan
dingin dia sodorkan buku itu padaku.
“Udah nggak usah basa-basi. Lo
nugguin gue dari tadi mau nyontek pe-er kan?”
ucanya dingin.
Duh malunya Gue tebakanya seratus
persen benar. Dengan malu-malu gue raih buku tugas kimianya.
“He he tau aja lo, Za. Abis semalem
aku ketiduran he he.”
“Ketiduran kok tiap hati. Buruan salin deh, bentar
lagi masuk.” Sautnya cepat.
“Ya sudah aku salin dulu.”
“Iya.” Balasnya malas dengan gontai berjalan masuk
kelas.
Gue buru-buri ngungsi ke kelas sebelah untuk nyalin
pe-er agar tak direcokin teman-teman senasib dan seperjuangan gue yang
sama-sama belum bikin pe-er. Waktu gue benar-benar sudah mepet. Dalam beberapa
menit saja Gue udah berhasil nyalin tugas imia dari buku Zara. Gue udah saat
terlatih dalam hal salin menyalin pe-er. Tulisan tangan Za yang rapi makin
memudahkan proses itu.
Dengan senyum penuh kemenangan gue berjalan masuk ke
kelas. Saat gue datang suasana kelas
masih riuh oleh mahlik-mahlik malas macam gue yang sibuk nyalin pe-er. Gue
sampek geli meliha beberapa teman gue duduk membundar kayak orang main kartu
mengelilingi sebuah buku tugas untuk disalin. Tampak jelas wajah panik mereka
berkali-kali elirik jam dinding keudian dengan cepat kembali menyalin.
“Daak daak!”
Iseng, gue gedor-gedor papan tulis dengan penggaris
kayu. Beberapa anak tampak kaget menghentikan aksi menyalinnya dan menatap ke
depan. Terlihat raut wajah tegang dan panik mereka. Yah mereka mungkin mengira yang melakukan hal itu adalah Pak Ion guru
kimia yang mencoba menghentikan aksi nyontek massal. Gue ketawa geli melihat
itu.
“Gimana negara kita ma maju. Kalo generasi mudanya
seperti ini! pe-er gikerjakan di rumah bukan di sekolah!” teriak gue membuat
mereka kalang kabutan memaki.
“Huuu! Kayak lo nggak aja!”
“Ha ha,”
Gue dengan senyum yang melebar berjalan mendekati
Zara cewek yang selalu jadi dewi penolong gue tiap hari. Cewek manis bertubuh
kurus dengan rambur sebahu itu tampak tanpa ekspresi menyambut kedatangan gue.
“Makasih ya Za, atas pengerian lo. Entah apa jadinya
gue tanpa lo” ucap gue berusaha manis sambil menyodorkan buku tugas Za.
“Basi! Kalo ada butuhnya doang lo manis.’ Jawabnya
dingin.
“Gue akan selalu bersikap manis untuk lo. My
guardian angel. Zara.”
“Huh nggak ada gombalan lain apa? Gue udah bosen
denger itu tiap hari.”
“Belum ngaran yang baru kasih ide dong ha ha.”
Jawabku sambil tersenyum.
Zara meraih bukunya dari tanganku. Dia membuka
kembali buku tugas itu meneliti kembali tugas yang semalam dia kerjakan. Entah
kenapa gue suka sekali melihat
pemandangan itu. Hingga akhirnya gue harus kembali kembali ke bangku gue.
“Ben..”
Dia memanggil gue saat gue baru dapat beberapa
langkah berjalan. Dia tampak ragu-ragu saat gue sudah berbalik menghadapnya.
“Ada apa Za?”
Za beberapa kali menggigit bibirnya ragu untuk
menyampaikan sesuatu.
“Gue bisa minta tolong nggak Ben?” ucapnya
malu-malu.
“Ya ampun Za, pasti bisa lah. Lo tinggal ngomong aja
nggak usah sungkan. Asal jangan minta dibuatin candi dalam waktu semalam aja he
he”
“Yey emang gue dayang Sumbi apa .”sautnya nyengir.
“What can I do
for you Za?” Tanyaku lagi.
“Mmm,
lo ntar sore ada acara nggak? Tolong anterin gue ke toko buku ya? Soalnya bokap
nggak bakal ngizinin kalo gue pergi sendiri. Lo tau sendiri kan bokap nyokap gue kayak apa?” ucapnya penuh
harap.
“Yup! Ntar sore!”
Hmm tanpa halangan yang berarti gue berhasil menyakinkan
tante Liz, kalo anak gadisnya bakalan
aman kalo pergi sama gue. Dia berpesan agar kami tak pulang terlalu malam
maksimal jam delapan sudah sampek rumah. Dan gue menyanggupi syarat itu, dengan
senyum yang terus mengembang Zara naik motor gue tak sabar untuk segara melaju
pergi.
Jujur meski gue sama Zara udah hampir tiga tahun
sekelas. Ini pertama kalinya gue bareng sama dia. Ada semacam perasaan aneh
dalan hati gue yang membuat hati gue juga berbunga-bunga waktu.
“Cewek lo nggak marah Ben, lo jalan sama gue…” bisik
Zara dari belakang.
“Tenang untuk saat ini status gue jomblo he he..”
“Hah.
Bukannya lo pacaran sama Kelly?”
“Gue udah putus…” jawabku singkat.
“Lo kenapa memang?” kejarnya penasaran.
“Hmmm makanya sering-sering nontn inforainment biar
nggak ketinggalan berita he he. Udah jangan dibahas lagi.”
Zara pun tak lagi bertanya soal Kelly. Gue juga
enggak minat untuk membahas lebih jauh.
gue terus melajukan motor gue pelan di jalanan yang makin macet.
Di gramedia, gue dan Zara berpisah. Dia pergi ke rak
buku-buku pelajaran sekolah. Sedang gue asyik di kumpulan komik-komik terbaru.
Beruntung sekali gue lihat ada koik yang udah ke buka. Jelas dong gue nggak mau
menyiakan-nyiakan hal itu. gue pun langsung membaca sampek puas tak perduli
dengan lirikan-lirikan kesal penjaga toko dan beberapa pengunjung yang lain.
Hingga tangan lembut itu menyentuh pundakku.
Membuat gue terkaget.
“Ben, balik yuk.”
“Eh Za, cepet amat. Udah ketemu yang dicari?” tanya
gue jadi agak salting ketauan demen baca komik sinchan.
“Udah. Aku kasian aja sama lo pasti bosen nungguin
gue,”
“Ah nggak kok gue malah seneng bisa baca komik
gratis he he,” jawab gue sambl
mempertlihatkan komik sinchan yang ada di tangan gue. Zara tersenyum geli.
“Sukur
deh, nih gue beli sesuatu buat lo
.."
Zara
menyodorkan sebuah buku kecil berpaduan warna antara pink dan coklat. Sebuah buku yang
berisi kmpulan rumus-rumus ipa. Dengan ragu gue menerimanya .
“Oh
makasih ya Za, udah lama emang gue pengen beli buku ini.”
Gue
pura-pura seneng nerima buku itu nggak enak sama Zara. Jujur saja baru liat
sampulnya saja gue udah pusing belum ngebacanya. Hmmm bisa meriang gue.
“Ben..
gue ngasih buku itu. dengan harapan
setelah ini lo mulai mau nyoba ngerjain tugas-tugas rumah sendiri. Nggak
nyontek gue mulu. Nggak mungkin kan selamanya gue bisa bantuin lo terus. Bentar
lagi kan kita UAN. Gue pengen lo sukses Ben, nggak ada maksu lain.”
Deg
gue kaget sekagetnya mendengar penuturan Zara. Gue nggak pernah nyangka dia
segitu perhatianya sama gue padahal selma ini gue hanya manfaatin dia buat
nyalin pe-er. Jujur gue terharu banget. Untuk sesaat gue hanya garuk-garuk
kepala nggak tau harus ngomong apa.
“Mmm,
maaf Ben kalo gue nyinggung lo. Lo boleh kok tiap hari nyegat gue buat
nyontek pe-er gue nggak keberatan! Bukunya nggak lo baca juga ngga papa,”
Ah
kediaman gue ternyata membuat Zara mengira gue marah dan tersinggung. Gue
buru-buru nyengir untuk menepis anggapan
itu.
“Gue
nggak marah Za. Lo bener, nggak selamanya lo gue ngandalin lo terus. Ada
masanya gue harus berdiri sendiri. Lo mau kan ngajarin gue mecahin rumus-rumus
memusingkan ini. ”
“Pasti
Ben. Tapi ada uang privatnya ya, he he.”
“Dasar
matre Lo, he he”
Gue
mengacak-ngaca rambutnya gemes dengan lembut dia menepisnya dan kai berjalan
bersama sambil terus tertawa.
Pada
akhirnya esok hai gue masih nyegat dia untuk nyontek pe-er. Dia seperi biasa
menyerahkan buku tugasnya. Dia tak
pernag menungkit-ngungkit soal buku kumpulan rumus itu. membuat gue jadi punya
tekad untuk bisa menjadi seperti yang dia inginkan. Meski slit gue mlai mencoba
merubah sikap males gue dan mencoba engerjakan tugas-tugas gue sendiri. Gue
mulai makin jarang buat nyegat dia di
pagi hari. Sesuatu yang membuat gue jadiak punya alasan unuk menyapa Zara.
“Zaa…”
Gue
nekat nyamperin Zara saat itu. dia nampak tersenyum hangat menyambut gue. yah sejak gue mulai bisangejain soal-soal itu
sendiri gue emang jadi jarang ngobrol dengannya.
“Ben,
tumben. Lo mau nyontek pe-er,” ucap Zara sambil mencari sesuatu dai tas
selempangnya.
“Gue
nggak mau nyontek pe-er. Gue mau ngajak
lo nonton ntar sore mau ya…” ucap gue penuh harap.
Zara
tampak berpikir tak langsung mengiyakan permitaan gue.
“Iya
ntar kita nonton. Tapi lo harus jemput
gue dan izin ke bokap gue dulu,”
“Ha
ha iya nanti sore dandaan yang cantik…”
Zara
tersipu malu mendengarnya.
Ini bukan akhir
cerita
Ini hanya
perjalanan hidup
Yang harus kita
lalui
Yang
harus kita jalani