Rabu, 21 Desember 2022

 


Andaikan aku cewek Ra


“Hai, apa kabar nih?” ketik Ben di kolom Chat begitu melihat Ira teman smanya yang sekarang kuliah di Jogja sedang  online.

 Yah, ide cerita yang tadinya begitu deras mengalir di otak Ben, saat masih di kampus  mendadak hilang, saat cowok berambut ikal itu sudah di depan laptop. Ben terus mencoba mengingat-ingat. Tapi meski sudah satu jam berada di depan laptop, Ben masih belum tahu mau mengetik apa. Hingga akhirnya Ben putuskan untuk menyalakan Obrolan facebook yang dari tadi dia matikan, berharap  ada seseorang yang bisa diajak ngobrol untuk mengembalikan ide ceritanya yang hilang. Dan kebetulan sekali, Ira cewek yang hampir setahun tak dia temui sedang online.

            Baik.

Cowok yang sedang butuh teman bicara itu  mengusap-ngusap wajahnya gemas, menunggu balasan cukup lama hanya untuk sebuah kata baik. Padahal, dia  berharap sekali bisa memulai percakapan seru dengan teman lamanya itu. Teman yang memang sejak dulu terkenal cuek, susah ditebak  tapi sebenarnya baik dan asyik kalau diajak ngobrol.    

“Emang kamu nggak ingin  tau kabar ku apa?” bales Ben kembali berusaha membuka percakapan.

            Nggak,” bales Ira singkat.

Alis  Ben langsung naik  membaca pesan balasan dari Ira yang terkesan ogah-ogahan itu, sudah balesnya lama, singkat pula.  Ben pun berniat mengakhiri obrolan yang awalnya dia harap bisa membantu menemukan ide cerita yang hilang tapi malah membuatnya ingin nelen orang itu.

            Hi hi becanda Ben, apa kabar nih?” Buru-buru pesan susulan masuk.

            Iraa! Dasar kamu itu ya, benar-benar menguji kesabaran nggak berubah sama sekali, NGESELIN.” ketik Ben gemes hampir saja dia menekan close tab.

            Hi hi Lha kamu pengennya aku berubah jadi apa Ben, Hulk? Lagian kamu tumben  tiba-tiba nanya kabar.

            Lagi  ingin curhat Raa,”

 ha ha Curhat apa?”

“ Mmm abis ditolak cewek ya. Kayaknya bukan hal baru deh kalau kamu ditolak kwkkwkw,” Balas Ira berantai. Yah Ira  aslinya cewek yang dingin dan susah ditebak tapi kalau sudah mencair dia bakal dominan sekali. Dan ben termasuk dari sedikit cowok yang bisa membuat Ira tidak bersikap dingin.

“Tidak ada ceritanya ya, aku ditolak cewek. tapi kalo diludahi sering ha ha”

Gini Ra, aku masih penasaran ingin mengejar mimpi jadi penulis. Tapi ternyata susah, idenya ilang terus pas sudah di depan laptop. Belum lagi semangat menulis ku, masih angin-anginan,” Ketik Ben meluapkan unek-uneknya di kolom Chat.  

Lama menunggu belum juga ada balasan.

            Hooi,masih idup Neng!”

            Ketik Ben yang sudah hampir setengah jam menunggu balasan yang tak kunjung datang.

            Hi hi maaf aku tinggal makan dulu lapar.”

            “Kirain udah mati Ra,”

            “Ha ha jangan marah lah. Eh setahuku jadi penulis itu emang butuh tekad kuat deh. Yang berbakat pun bakal lewat kalo nggak punya tekad. So tekadnya yang harus dikuatkan dulu, terus tulis aja apa yang mau kamu tulis jangan takut dibilang tulisannya jelek ...”

            Nggak mudah itu Ra,” Bales Ben menanggapi saran dari sahabatnya itu.

            Siapa yang bilang  mudah Ben. Intinya kalo kamu pengen jadi penulis ya harus rajin menulis. kalo idenya takut ilang, idenya diiket aja pas muncul biar nggak  kabur he-he,

            Boleh juga tuh.  Hai,  no hape kamu berapa, ra?”

            Buat apa?”

            Ya biar gampang kalo ngubungi kamulah,”

            “Tiap malem aku online Kok, kita ngobrol lewat fb saja,”

            Ya sudah kalau begitu. Eh ngomong-ngomong udah punya cowok belum nih,  di Jogja?”

            Ah kamu Ben, kamu pasti sudah tau jawabannya,”***

            Ben mulai aktif menulis cerita,  menulis apa saja yang terlintas di otaknya seperti yang disarankan Ira. Kadang, saat ide itu  muncul tiba-tiba, dia menuliskan ide itu di sebuah buku kecil yang kini selalu ada sakunya, mengikat ide itu supaya tak hilang seperti saran Ira.  Dan saat sudah mulai bosan, Ben menyapa Ira yang memang tiap malam online menemaninya menulis, sesuai dengan janjinya. Bukan hanya menemani, Ira juga jadi editor yang mengoreksi naskah-naskahnya, sebelum dia kirim ke majalah.

            Aduh Ra, ini udah cerpen keempat yang aku kirim ke majalah, kok belum ada yang tembus ya...,” Keluh Ben yang  semangatnya kembali redup.

            Sabar Ben, belum kebaca kali sama Redakturnya, buat dan kirim lagi Ben,”

            Jenuh…,”

            Semua butuh proses Ben, coba aja kamu tanya sama penulis best seller sekalipun pasti pernah ngalami apa yang sekarang kamu alami. Minimal sekarang kamu sudah mulai produktif dan sudah punya pembaca setia lho hi hi,

            Pembaca setia? Siapa?”

            Aku Ben, Abis cerpen kamu lucu sih, pas banget buat hiburan saat lagi sumpek mikirin tugas kuliah  yang nggak kelar-kelar hi hi”

            Hmm seandainya nanti aku nerbitin novel, aku yakin seratus persen pasti kamu nggak beli, tapi minta gratis. ya nggak?”

            Hi hi tepat sekali kawan. Kamu memang paling ngerti aku deh,”

            Baik lah aku janji kalo karyaku dimuat. Aku bakal antar langsung majalahnya  ke Jogja buat kamu,”

            “Ditunngu. Janji  cowok harus ditepati.” ***

            Baru diposting beberapa saat foto cerpen Ben yang berhasil tembus sebuah majalah sudah mendapat banyak like dan komen dari temen-temennya yang mengucapkan selamat. Tapi Ben merasa belum puas karena dari sekian banyak komen dan jempol yang dia dapat tak ada yang dari akun fb Ira. Entah cewek pecinta warna biru itu  tiba-tiba tak pernah lagi online.

            Ben sudah mengirimkan belasan pesan tapi belum ada jawaban, membuat Ben resah dan bertanya-tanya  kemana gerangan gadis yang biasanya tiap malam menemaninya menulis itu. Rasa resah Ben makin menjadi. Hampir tiap menit dia membuka akun fbnya mengecek email masuk tapi masih juga kosong. Jangankan dibalas, dibaca saja belum. Rasa  sesak itu terus menghimpit membuatnya jadi ingin sekali  pergi ke jogja menemui Ira.

***

Ben setengah tak percaya,  pemuda yang dia tanya alamat rumah Ira menunjuk ke sebuah rumah yang terdapat bendera palang hitam tanda kalau di rumah tersebut baru saja ada orang yang meninggal. Tanpa bertanya siapa yang meninggal, cowok berambut ikal itu  langsung berlari kencang menuju rumah itu. Perasaan Ben yang tadinya bimbang mendadak menjadi gelisah luar biasa. Ben takut terjadi apa-apa sama Ira, sosok yang selama ini menemaninya menulis.

 Ben dipersilahkan masuk di sebuah ruangan yang dialasi karpet. semua kursi di ruangan itu di taruh di luar. Setelah duduk,  Ben hanya menyapu pandang ke seluruh ruangan mengamati tiap jengkal rumah bergaya minimalis dengan lukisan-lukisan antik yang menghiasi dinding untuk  mengusir rasa grogi. Ben masih bingung untuk memulai sebuah pembicaraan. Dia lega Ira ternyata baik-baik saja, tapi jadi ikutan sedih begitu tahu Ira baru saja ditinggal pergi ibunya untuk selamanya. Mulut Ben terasa sangat kelu menatap mata sayu Ira yang kini tepat di depannya.

“Apa kabar kamu Ra?” akhirnya sebuah kata terucap juga dari bibir Ben.

“Baik Ben, terima kasih sudah mau datang kesini, mohon bantuan doanya  untuk Almarhumah ibuku, semoga di sana Alloh selalu menyanyanginya,” Ucap Ira masih belum percaya Ben akan jauh-jauh dari Malang untuk mengunjunginya.

Lagi Ben terdiam. Sejak SMP sampek SMA Ira sekolah sambil belajar di pesantren di kota Malang, jauh dari kedua orang tuanya. Ira jadi satu-satunya cewek berhijab dari pesantren yang diterima di sekolah negeri favorit di Malang. Gadis cantik yang berhijab rapat itu kemudian melanjutkan kuliah di kota asalnya Jogjakarta, agar bisa dekat dengan keluarga. Ah nyatanya dia harus kehilangan.

“Beliau pasti lebih bahagia di sana sekarang. Kamu yang sabar ya..”

“Amin Ben, sekali lagi terima kasih…” saut Ira lirih.

Ben kembali terdiam, Entah kenapa tiba-tiba muncul dalam benaknya untuk berubah menjadi seorang cewek untuk beberapa saat saja. Ben ingin sekali memeluk erat Ira dan meminjamkan bahunya sebagai  tempat bersandar. Sesuatu yang tak dapat dia lakukan karena dia seorang cowok. Ben kenal betul siapa Ira, seorang muslimah yang sangat taat, pernah suatu kali waktu masih satu sekolah dulu, karena merasa sudah akrab,  Ben iseng menggandeng tangan Ira saat keduanya berjalan beriringan menuju kelas. Hasilnya,  Ben tak  disapa selama seminggu penuh setelah itu. Ben pun minta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi.

“Kalau kamu memang ingin temenan sama aku Ben, tolong jangan seperti itu lagi.” Ben kembali terngiang ucapan Ira dulu.

Tak mau terlarut dengan suasana haru, Ben buru-buru mengeluarkan sesuatu dari tas selempangnya.

“Eh Ra,   cerpenku kemarin ada yang dimuat lho. Sesuai janji, aku bawa langsung majalahnya buat kamu,” seru Ben menyerahkan sebuah majalah kepada Ira.

“Ah, alhamdulillah. Akhirnya tembus juga, selamat Ben!” Pekik Ira begitu gembira mendengar kabar dari Ben. Sambil terus tersenyum, gadis berhijab rapat itu meraih majalah dari tangan Ben dan membolak balik majalah mencari halaman yang memuat cerpen Ben. Senyum Ira sore itu terasa begitu menyejukkan sekali bagi Ben.

“Iya Ra, jangan lama-lama ya sedihnya. Kembali ceria dan temani aku menulis lagi,” seru Ben senang melihat Ira begitu antusias membuka halaman demi halaman majalah yang dia bawa.

“Iya, Ben. Terima kasih sudah datang, dan menepati janji,”

“ Ah, andaikan aku cewek Ra?” gumam Ben ingin sekali memeluk sahabatnya itu.

 

 

 

Sabtu, 06 Juni 2020

Media Online Yang Menerima kiriman Tulisan, Berhonor



      

            Seneng nulis? Berikut beberapa media Online yang saya himpun dari berbagai sumber  yang bisa kamu coba kirimi karya, siapa tahu tulisan kamu berjodoh dengan media-media tersebut. Lumayan kan, bisa buat jajan he he.

Oya, sedikit saran, sebelum mengirim tulisan,  coba baca-baca dulu tulisan-tulisan yang ada di web yang kamu tuju, cari yang paling sesuai dengan tulisanmu. Terus patuhi syarat dan ketentuan yang berlaku di media tersebut. Pastikan juga tulisan yang kamu kirim itu asli karya sendiri, belum pernah dimuat di media lain, sudah rapi dan enak dibaca. Sertakan biodata lengkap dan nomer rekening (bisa juga kamu cantumin rekening saya ha ha) Kirim dan lupakan. Kalau dalam waktu dua bulan (biasanya tiap media berbeda-beda dalam memberikan batas waktu diterima atau ditolak) belum ada kabar, berarti tulisanmu tak lolos kurasi dan bisa dikirim ke media lain. Semangat!

 

1.      Detik.com

Redaksi Detik menerima kiriman naskah cerpen, tema bebas dengan panjang naskah tidak lebih dari 9000 karakter. Karya harus orisinal dan belum pernah diterbitkan di media manapun. Honornya 500rb. Bisa dikirim ke email mumu@detik.com untuk tahu kriteria Detik bisa main-main di link ini https://hot.detik.com/indeksfokus/3547/cerpen-detikhot untuk tahu syarat lengkap dan mempelajari.

2.      Basa-basi.co

 Basabasi.co menerima tulisan berupa cerpen, puisi, esai, resensi buku dan hibernasi. Tulisan  yang dimuat akan mendapatkan fee antara 300rb s/d 200rb tergantung jenis tulisan yang dikirim. Untuk keterangan lengkapnya, bisa cek di linknya  https://basabasi.co/ngirim-tulisanmu/

 

3.      Mojok.co

Mojok.co menerima kiriman artikel-artikel ringan dengan panjang naskah (600 S/D 1000 kata). Kirim naskahnya ke redaksi@mojok.co dengan subjek sesuai tulisan yang kamu kirim. Honor tulisan 350 rb. Untuk syarat lengkapnya bisa langsung meluncur ke web nya  https://mojok.co/kirim-artikel/

4.      ide.ide.id

ide.ide.id menerima kiriman berupa cerpen, puisi dan resensi buku atau Film dengan tema bebas. Untuk puisi mengirim 10 puisi dalam sekali pengiriman. Dan bila dalam dua bulan tak ada kabar berarti tulisan itu tidak lolos kurasi. Honornya 50 rb. Tulisan bisa dikirim di redaksiideide@gmail.comdengan subjek sesuai jenis tulisan. Info lengkapnya kunjungi langsung di  https://ideide.id/kirim-tulisan

5.      Kurung buka

Media ini menerima tulisan berupa esai, cerpen cernak(cerpen yang ditulis anak sd dan smp), resensi dll dengan tema bebas. Tulisan diketik 1,5 bisa dikirim ke email  redaksi@kurungbuka.com  untuk info lengkapnya dan barangkali ingin mempelajari medianya bisa ke link www.kurungbuka.com

6.      Islami.co

menerima artikel seputar Keislaman dengan fokus tema seputar Islam ramah dan Islam toleran yang disesuaikan dengan rubrik-rubrik terkait: ibadah, hukum, hikmah, kolom, dan feature. Jumlah karakter artikel antara 500 hingga 900 kata. Kirimkan ke redaksi@islami.co dengan subjek sesuai dengan tulisan yang di tuju untuk saran lengkapnya bisa kunjungi https://islami.co/kirim-artikel/

7.      Cendana news

Menerima kiriman cerpen, tapi untuk syarat dan panjang naskah tidak disebutkan, maka pakai standart normal saja. Tulisan bisa dikirim di editorcendana@gmail.com kamu bisa kunjungi web https://www.cendananews.com/Kanal/cerpen untuk mempelajarinya.

8.      Maghrib.id

Maghrib.id menerima tulisan berupa cerpen, esai, puisi atau catatan perjalanan dan berhonor. untuk info lengkap dan cara pengiriman bisa dilihat di https://magrib.id/tentang/

9.      Satu Pena

Satu pena menerima kiriman tulisan berupa cerpen, puisi, resensi buku dan Esai untuk keterangan syarat dan honor bisa dilihat di http://satupena.id/2019/05/01/menulis-di-satupena-kirim-naskah/

10.  Alif Id

Alif id menerima tulisan bertema keislaman, spritualis, budaya dan agama. Untuk syarat dan cara pengiriman bisa langsung meluncur di web nya https://alif.id/kontribusi/

11.  Dnk.id

Menerima tulisan berupa artikel, komik dan video syarat dan ketentuannya bisa dilihat di https://dnk.id/arsip/kontribusi-yuk

12.  Malangvoice.com

Menerima tulisan berupa cerpen, opini dan puisi untuk syarat dan ketentuannya bisa dilihat di https://malangvoice.com/tentang-kami/

13.  Bacapetra.co

Menerima kiriman tulisan berupa cerpen, puisi dan ulasan. Nah untuk syarat dan ketentuan bisa dilihat langsung di web nya https://www.bacapetra.co/kirim-tulisan/

Bila teman-teman punya info tentang media lain yang menerima kiriman naskah  berhonor, bisa menambahkan di kolom komentar. Sekian dan semoga bermanfaat. Ayo nulis ha ha.

 

 

Jumat, 24 April 2020

Cerita mistik Tindihan


              Selamat malam. Ada yang kangen sama postinganku?! enggak ya?! ya  sudah tak apa. Kali ini aku akan posting pengalaman mistikku yang kebetulan pernah dimuat di koran merapi Jogja. Judul awalnya Tindihan. tapi oleh redaktur diganti dengan judul di atas. Dalam penulisannya, aku pakai sudut pandang orang ketiga dan pakai nama Bambang haha entahlah nama itu terlintas begitu saja.. Peristiwa itu sendiri terjadi sudah lama sekali, tepatnya pas aku smp. yup sebuah cerita yang secara tak langsung mengajarkan aku untuk lebih menjaga kebersihan kamar. karena sejati mahluk-mahluk begitu suka dengan tempat kotor dan berdebu. kepanjangan ya kata pengantarnya?! maaf silahkan baca kalau begitu.

Tindihan

               Di tengah malam, Bambang ngelilir antara sadar dan tidak dalam keadaan gelap karena lampu kamarnya mati.  Samar-samar  dia  melihat sosok bayangan dua orang wanita seperti memakai mukenah berdiri di tepi ranjang menatapnya. Bambang mengira bayangan yang dia lihat itu adalah dua orang adik perempuannya yang sengaja ingin menakut-nakutinya. Bambang hapal betul watak dua orang adiknya  yang memang suka usil.

            “Dikira aku takut apa..” batin Bambang yang kemudian   menendang dua sosok bayangan wanita yang memakai mukenah itu dengan kaki kanannya. “Daak” 

              Bambang merasakan tubuhnya tak bisa lagi digerakkan setelah itu, nafasnya juga tiba-tiba menjadi berat. Samar-samar Bambang melihat   Dua sosok bayangan wanita seperti memakai mukenah itu, secara bersamaan ngerakoti kedua  lututnya. Bambang merasakan geli yang luar biasa tapi hanya bisa pasrah karena kakinya tak bisa digerakkan, mulutnya juga terkunci rapat tak bisa bersuara. Semakin dia mencoba berteriak dadanya semakin terasa sesak. Bambang berusaha  membuka matanya yang setengah terbuka sambil merapal doa-doa yang dia bisa, tapi semakin Bambang mencoba membaca doa-doa,  dadanya makin terasa sesak dan geli yang dia rasakan akibat lututnya dikrakoti dua bayangan memakai mukenah itu makin terasa menyiksa.

              “Haaah!” 
              Setelah beberapa saat, akhirnya dia berhasil membuka kedua matanya dan bangkit dari tidur dengan nafas memburu.  Ada rasa lega tubuhnya kembali bisa digerakkan. Setengah sadar, dia menatap sekeliling kamarnya  yang remang. Dua sosok wanita memakai mukenah itu sudah tak terlihat. Tapi rasa geli bekas dikrakoti itu masih jelas terasa. Bambang pun bergegas  keluar kamar setelah terbengong beberapa saat.

             Bambang berjalan cepat  menuju ke ruang keluarga, di sana dia melihat Bapaknya sedang melihat bola di tengah malam sambil merokok. Bambang pun menceritakan kejadianya yang baru saja dia alami kepada bapaknya. Bapaknya pun menyimak serius cerita Bambang.

             “Itu tandanya kamarmu kotor. Makanya sebelum tidur, bersihkan dulu. Kebasi kasurmu  sampai tak berdebu insya alloh aman.” nasehat bapaknya seperti tak heran dengan apa yang dialami Bambang.

            Setelah peristiwa itu, Bambang selalu melakukan hal-hal yang dinasehatkan bapaknya sebelum dia tidur dan  Bambang pun tidak pernah lagi mengalami tindihan. selesai.
Malang, 1 Ramadan.
Ibnu,



Minggu, 24 November 2019

Ngisin-ngisini tapi bawa rizki

Pernah nggak sih kalian punya pengalaman yang memalukan plus ngisin-ngisini? ha ha. kalau aku sering, saking seringnya sampai lupa -lupa. Pernah ada teman pas ngumpul dan cerita eh kamu dulu begini begitu terus aku bilang udah lupa tuh. (aslinya pura-pura lupa sih terlalu memalukan ha ha).  yup ternyata ada sebuah rubrik di koran solopos yang memuat tulisan yang berdasarkan pada pengalaman lucu nan ngisin-ngisini. nama Rubriknya Ah tenane.  Aku pun iseng-iseng coba mengirim dan alhamdulillah beberapa ada yang tembus. Hmm ternyata pengalaman memalukan yang dulu ingin dilupakan itu bisa mendatangkan rizki kwkw. Tapi  karena udah banyak kenangan yang lupa kadang aku nulis berdasar pengalaman teman yang berseliweran di fb tentu saja ditulis dengan rapi dan menarik ditambahi bumbu-bumbu penyedap dan izin sama yang punya pengalaman baru ditulis. Berikut tulisanku berdasarkan pengalaman lucu teman yang dimuat di koran barangkali ada yang mau baca.




Masih Sabtu
Kebutuhan ekonomi membuat Cempluk harus merelakan suaminya pergi ke luar kota mencari nafkah. Tapi meski berjauhan, berkat kecanggihan teknologi  hampir setiap hari Cempluk dan suaminya bisa  ngobrol lewat video call. Biasanya mereka ngobrol saat pagi sebelum suaminya berangkat kerja dan saat malam hari. Obrolan mereka makin ramai saat tanggal merah dimana anak mereka yang bernama Jon Koplo yang masih TK nol besar  bisa ikut ngobrol saat  sarapan pagi.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Cempluk sudah merawat anaknya dan buru-buru mengantarkan anaknya sekolah agar nanti bisa sarapan pagi sambil ngobrol dengan suaminya via video call. Saat Cempluk datang, sekolah  masih sepi.  Hanya ada beberapa anak saja yang sudah berada di dalam pagar.  
“Mengko lek  Bunda durung teka nyusul, entenono ndek njeru pager yow le..”  pesan Cempluk mewanti-wanti saat Koplo sudah turun dari motor.
“Nggeh Bunda…” jawab Koplo sambil mencium tangan Cempluk.
Koplo pun bergegas masuk gerbang sekolah. Cempluk mulai memutar sepedanya sebelum Koplo kembali keluar gerbang dan  memanggilnya.
“Bunda! Kok aku gawe seragam putih dewe, kanca-kancaku gawe seragam batik?” tanya Koplo polos merasa berbeda dengan temannya.
“Ya Alloh, saiki isik sabtu to…” jerit Cempluk yang baru sadar kalau  hari ini masih  Sabtu bukan Senin dan libur kemarin itu bukan karena Minggu tapi karena tanggal merah. Dengan muka merah tanpa menoleh kanan kiri Cempluk pun buru-buru membawa Koplo pulang untuk ganti seragam dan untuk sesaat lupa video call an sama suaminya. Selesai.



Sabtu, 06 Juli 2019

cowok menangis

            
 Lama nggak nengok Blog unfaidah ini,  kira-kira ada yang kangen nggak? enggak ada ya hmm. ya sudah nggak papa he he.  Entahlah tiba-tiba saja dapat pangsit eh wangsit untuk berbagai sebuah cerpen remajaku  yang dulu pernah dimuat di kr. minggu pagi Jogja terisnspirasi dari sosok guru matematika zaman sekolah dulu Bu Latifah (semoga beliau tenang disana)  so selamat membaca

Cowok menangis

Ku lihat Ega, cowok yang biasanya paling sering disuruh maju mengerjakan soal sama Bulat  sedang  melirik jam dinding, panik. Kurang lima menit lagi bel masuk berbunyi dan sepertinya  masih ada beberapa soal lagi yang belum dia selesaikan. Ega pun menyenggol Bayu temen sebangkunya untuk nyari bantuan tapi sia sia  Bayu juga  geleng-geleng kepala. Tak menyerah Ega mencoba memcari bantuan teman-teman yang lain macam Rendi, Ardha dan Ikul. Tapi hasilnya sama, tak ada yang berhasil memecah soal nomer tiga dan lima, soal yang memang sulit.  Aku saja sampai butuh waktu lama untuk mengerjakannya dan itu pun belum tentu benar. Sebuah Pertanda  bakal ada yang berdiri lama mengerjakan soal itu di papan tulis nantinya. Tidak bakal dimarahin sih, kalo tidak  bisa justru akan dituntun sama Bulat, sebutan kami untuk Bu Latifah  sampai benar-benar bisa. Cuman malunya itu lho. Ah semoga Ega saja nanti yang dapat jatah itu. Entah kenapa aku suka sekali melihat wajah Ega saat dia sedang kebingungan seperti saat ini, terihat lucu saja bagiku.
Ega berjalan pelan ke arahku sambil berkali-kali mengusap-usap rambutnya. Aku yakin sekali soal nomer tiga dan lima lah yang membuatnya menghampiriku  yang duduk di pojok belakang. Tampak jelas sekali dia  ragu-ragu untuk menyampaikannya.
“Teeet” 
            Belum juga Ega sampai ke bangkuku, Bel masuk berbunyi membuat seisi kelas makin panik menggunakan sisa waktu untuk memecahkan soal sebelum Bulat datang. Ega pun memiih kembali ke bangkunya. Mungkin Ega sudah pasrah  memilih untuk jujur tak bisa mengerjakan seandainya pagi ini Bulat memintanya mengerjakan soal nomer tiga atau lima toh waktunya takkan cukup untuk mendengar penjelasanku. Meski hal itu menyisakan rasa kecewa dalam hatiku karena Ega tak jadi menghampiriku
            “Ega!”
Duh kenapa juga tiba-tiba aku berteriak  memanggilnya.
“Ada apa?” jawab Ega menoleh ke arahku.
“Siap-siap saja berdiri lama di depan nanti,” 
“Ha ha I,M STRONG,” Jawab Ega sambil tersenyum memamerkan otot lengannya yang sama sekali tak berotot. Aku tertawa geli melihatnya.
Terdengar bunyi langkah kaki berjalan semakin dekat menuju kelas. Seisi kelas khususnya anak-anak cowok menahan nafas seperti menunggu waktu eksekusi tiba hingga seseorang  masuk ke dalam kelas. Tapi bukan Bulat yang masuk melainkan Bu Ayu. Antara lega dan penasaran menyelimuti seisi kelas dengan masuknya Bu Ayu, bahkan ada yang nyeletuk mengingatkan Bu Ayu yang mungkin salah kelas. Dan Bu Ayu memang  tidak salah kelas.
“Anak-anak. Hari ini Bu Latifah berhalangan hadir. Beliau memberi tugas di buku paket halaman lima puluh. Nanti dikumpulkan ke kantor kalau sudah selesai. Jangan rame dan keluyuran keluar kelas.” Terang Bu Ayu singkat kemudian bergegas pergi meninggakan  kelas.
Aku bergegas mengejar bu Ayu keluar kelas. Entah kenapa tiba-tiba ada rasa gelisah di hatiku dan rasa gelisah itu  terjawab saat Bu Ayu menjelaskan alasan ketidak hadiran Bulat karena beliau sedang sakit keras dan saat ini sedang dirawat di rumah sakit.  Setelah mendengar penjelasan Bu Ayu, aku segera kembali ke kelas yang sayup-sayup mulai terdengar gaduh.
“Horeeee!”
            Saat aku sampai, kelas sudah   jadi  rame tak terkendali sebagaimana lumrahnya jam kosong. Jarang-jarang memang Bulat tak masuk.  Biasanya Bulat adalah guru yang paling rajin. Tapi layakkah mereka tertawa riang saat Bulat sedang sakit seperti. Dan aku sangat kecewa sekali dengan Ega, cowok yang  belakangan mencuri perhatianku.
“Semoga Bulat nggak ngajarnya lama he he, biar kita bebas.” Celetuk Ega girang yang  langsung diamini anak-anak cowok yang lain.
“Amiiin. Ha ha”
“Bulat sedang sakit tauk! Bukannya mendoakan yang baik-baik!” teriakku kesal dan kecewa pada anak-anak cowok terutama Ega,  tega sekali dia pada Bulat.
“Lho, Bulat sakit Jane?”
Ega dan beberapa anak cowok datang menghampiri.
“Iya bulat sakit sekarang beliau ada di rumah sakit. Kalian senang kan,” jawabku kesal  sambil berlalu***
Sore harinya aku dan Rani teman sebangkuku menjenguk Bulat di rumah sakit. Tadinya Rani mengajak menjenguk besok saja bareng-bareng sama teman-teman yang lain. Tapi aku menolak, selain aku masih kecewa sama sikap teman-teman terutama anak-anak cowok yang malah ketawa-ketawa saat Bulat tak masuk, aku ingin cepat melihat kondisi Bulat dan hal yang sama sekaIi tak ku sangka terjadi ,  anak-anak cowok ternyata sudah berada di rumah sakit menjenguk Bulat terlebih dahulu. Mereka mengelilingi Bulat yang terbaring tak berdaya dengan selang infus di lengan kirinya.
Aku dan Rani melangkah pelan memasuki ruangan menghampiri Bulat memcium tangannya kemudian bergabung dengan yang lain.
“Kalian pasti senang ya Ibu sakit? jadi bebas tidak mengerjakan tugas. Uhuk-uhuk.” canda Bulat terbatuk-batuk. Yah meski kondisinya lemah, Bulat masih saja bercanda begitu melihat murid-muridnya yang biasanya bandel datang menjenguk.
“Ah enggaklah Bu, justru kita berharap Ibu lekas sembuh. Asal Ibu  sembuh, Bayu rela lho Bu ngerjain soal di papan tulis tiap hari he he.” Canda Ega berusaha mencairkan suasana.
“Kok aku,” saut Bayu cepat namanya tiba tiba disebut.
Tawa pun pecah. Bulat ikut tersenyum.
“Ah kalian ini. Ya sudah doakan saja Ibu cepat sembuh biar bisa ngajar kalian lagi.”
“Amiiin”
“Yakin ingin bulat cepat sembuh,” sindirku saat kami sudah berada di luar ruangan. “Ayolah Jane… tadi aku benar-benar tak tahu kalo Bulat sakit” ***
Aku tak pernah menyangka kalau anak-anak cowok yang dipelopori Ega akan begitu perhatian sama Bulat, bahkan aku yang boleh dibilang murid kesayangannya  saja tak berfikir sejauh itu. Yah, setelah tau sakit yang diderita Bulat cukup parah, anak-anak cowok di kelasku berencana membuat pensi melibatkan semua anggota eskul sekolah sebagai pengisi acara yang bertujuan menggalang donasi untuk Bulat. Mereka melobi semua eskul agar mau ikut berpartisipasi mereka juga belajar membuat proposal kepada anak-anak osis untuk mengurus izin Pensi.
“Nanti acaranya kita  adakan di aula sekolah, yang ingin nonton harus beli tiket. Kita harus jelaskan kalau uang yang terkumpul seratus persen buat bantu Bulat.  Nah, kalau semua izin dan lain-lain udah siap, kita promosikan acara ini seprovokatif mungkin agar banyak yang tertarik untuk ikut berpartisipasi,” Terang  Ega berapi-api
Anak-anak cowok di kelasku yang tadinya duduk bergerombol  membahas tentang persiapan pertunjukan amal harus kembali ke bangku masing-masing begitu pak Budi masuk kelas dengan kepala tertunduk, sebelum akhirnya dengan terbata menyampaikan berita duka yang benar-benar menjadi kejutan di pagi itu.
“Innalilahi wainnailailhi rojiun, telah berpulang ke rahmatulloh. Guru kita Bu  Latifah, beberapa saat yang lalu,”
“Haaah!” jerit seisi kelas kaget setengah tak percaya dengan apa yang barusan di sampaikan Pak Agus.
“Mari kita berdoa untuk Beliau sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, berdoa mulai...”
            Kelas menjadi hening, Aku dan  hampir semua tertunduk menitikan air mata memohon ampunan untuk Bulat. Semua kembali  teringat akan Bu Latifah dengan segala kelembutannya menuntun kami memecahkan soal-soal. Sekilas aku melirik Ega yang menangis tersedu penuh sesal sambil  meremas proposal yang dia kebut semalaman. Ah mungkin Ega teringat  celetukannya  yang ingin agar Bulat tak mengajar dalam waktu yang lama. Bulat memang takkan mengajar lagi selamanya Ega. 

Malang 31 mei 2018






Jumat, 09 September 2016

hobi masak...



            “Eh, kata ibuku aku harus hati-hati sama cowok yang hobi masak. Nggak boleh pakai hati sama cowok model begitu…”
            Seseorang dulu pernah mengatakan kalimat di atas  pada saya. dan sampai detik ini juga saya masih penasran dengan alasannya kenapa  harus berhati-hati sama cowok yang hobi masak. Takut saya mutilasi terus saya  jadiin rendang  gitu?  He he. Bahkan saya sempat bertanya pada teman yang kuliah psikologi tentang hal itu. bukan hanya satu orang teman, beberapa teman saya beri pertanyaan yang sama. Saya penasaran saja apa benar hobi masak itu berpengaruh dengan perilaku mental seseorang? Jawabnya ternyata tak berpengaruh. Seorang teman malah berkata kalo si cewek yang ngomong itu mungkin sedang mencari alasan paling halus untuk pergi dari saya heu heu asem banget kan. Tapi mungkin juga ya he he. Mungkin dia ngebayangin chef  juna yang judes –judes gimana gitu. Saya  lembut kok wwkkw.
            Nggak akan pernah ada yang ngira cowok bertampang sangar dengan gaya rambut always kayak orang bangun tidur seperti saya ini salah satu hobinya masak. Kalo diadu sama cewek-cewek kekinian mah saya berani he he (nyombong mode on). Oya, faktanya koki –koki terkenal yang kerja di hotel bintang lima banyakan cowok lho. Pernah  juga di sebuah film kalo nggak salah judulnya magig  kitchen (Film China). Di situ diceritakan  ada diskriminasi kalo chef-chef di restoan mahal harus cowok. so kalo ada yang masih merasa aneh ada cowok masak sepertinya dia perlu dirukyah he he.
            Hobi masak ini adalah cara kedua saya untuk melepas penat, selain menulis. Dan hal itu timbul gara-gara saya paling nggak bisa liat bahan makanan sisa. Entah itu, nasi  sayur, jamur ayam atau yang lainnya. Soal nasi, ibu saya malah jadi sering nyuruh saya goreng nasi tiap ada nasi sisa dari pada nyuruh kakak  saya yang perempuan atau goreng sendiri (bumbunya masih pakai yang tradisionil). Wal hasil tiap pagi sering kali tubuh saya jadi bau  bawang goreng yang membuat pasaran saya  jadi makin jatuh, he he.
            Sebagai seorang yang pernah terlibat langsung di dunia pertanian dan peternakan Bahasa kerennya agro bisnis. Saya tau betul proses sebuah bahan makanan. Mulai dari nanamnya sampek panen. Panjang dan berat. Beras saja misalnya, sawahnya harus dibajak dulu kadang harus berantem sama sesama petani rebutan air saat musim kemarau. Terus harus ditanam secara manual satu-satu pakai tenaga manusia (beresiko gatel gatel  meski sudah terbiasa) sudah ada mesin sih, tapi masih jarang yang pakai itu. abis di tanam harus rajin nyabutin rumput liarnya biar tanaman baik plus dipupuk, soal pupuk juga entah kenapa sering kali  langka saat petani butuh. Belum lagi hama burung, dan tikus  petani harus menjaga biar padinya nggak  rusak pagi sama sore . yup pagi dan sore, kalo dulu sawah masih banyak,  jadi burung masih punya banyak pilihan sekarang sawah makin jarang jadi nggak  heran burung-burung jadi rombongan menyebu sawah yang tersisa, bisa sampek gagal panen kalo nggak ditangani serius.  Panen nya juga nggak kalah berat. Paska panen juga, padi harus dijemur dulu paling nggak tiga hari dengan sinar matahari optimal baru bisa diselep. Bayangkan saja  kalo pas musim hujan . Bukan hanya padi, sayur, ikan , ayam dan daging juga mengalami proses panjang dulu sebelum dijajakan para tukang sayur.
            Kadang saya menegur kakak, dan ibu saya saat membeli bahan makanan tapi nggak dimasak dan akhirnya busuk. Entah kenapa saat melihat bahan makanan  itu, saya kebayang wajah-wajah lelah orang-orang yang terlibat di dalamnya. Yah mereka memang beli dan hak mereka  mau dimasak tau dibiarkan busuk. Tapi tetap saja saja sulit menerima itu.  jadilah saya sering masak sambil melampiaskan kesal dengan mengolah masakan dengan bumbu yang berani. Puas sekali saat sudah matang. Kadang  saya  juga menghabiskan sendiri masakan yang saya buat  saat rasanya kurang pas.
Oya saya juga orang yang  nggak bisa melihat makanan sisa Bahannya saja saya sayang apalagi udah jadi makanan. Pernah saya makan di warung dengan seseorang yang saya anggap sempurna. Dan rasa suka saya langsung drop saat saya melihat dia menyisakan makanannya padahal tinggal satu suap. Sekenyang itukah sampek satu suap lagi pun tak sanggup. Anehnya kadang beberapa cewek pengen keliatan anggun dengan menyisakan makanannya. Hai girl yang kalian lakukan itu jahat (korban aadc)